“Anakku,
kau sekarang telah beranjak dewasa. Kau sekarang sudah bisa membedakan mana
yang baik dan buruk bagimu. Tapi kewajibanku tetap memberikan pendidikan yang
baik padamu. Tidak hanya dengan menyekolahkanmu di perguruan terbaik negeri
ini, tapi juga dengan memberikanmu bekal berisi nilai-nilai moral dan akhlak
mulia. Engkau adalah harapan kami nak, bukan hanya harapan bagi keluarga namun
juga harapan sebagai generasi pengubah dan pengontrol bangsa dimasa depan. Agent of change and agent of control.
Kau akan menjadi salah satu dari kaum intelektual yang dibutuhkan namun ayah
tidak hanya menilai dari tingkat kecerdasanmu nak, tapi juga amalan dari
nasehat-nasehat moral ini. Ayah kira kau akan sangat membutuhkan pelajaran ini.
Pelajaran moral dari 3 kisah familiar yang akan sering kau temui ditempat
belajarmu nanti.”
***
Dicerita
pertama, disuatu tempat berkumpul para mahasiswa, yang kelak kau akan menjadi
bagian mereka. Wajah mereka penuh antusias mendengarkan sang orator pemimpin
mereka. Membawa spanduk, baliho dan sebagainya.
“Kita
harus bisa mendengar suara-suara rakyat yang menjerit, kita harus
memperjuangkan hak-hak mereka, menentang kebijakan-kebijakan yang tidak adil
dan berani mengubah!!!!”
“setuju!!
Sebagai mahasiswa ayo kita berjuang! Mari kita demo ke pusat kota. Berbicara
lantang mengenai hak-hak kita yang tertindas dan memperjuangkannya”
“Ayo!!
Ayo!!” dengan berbekal poster besar mereka berbondong-bondong pergi ke pusat
kota. Membuat macet suasana siang terik jalan raya.
Inilah
salah satu jenis mahasiswa yang senantiasa menyuarakan hak-hak mereka.
Menghabiskan tenaga dan waktu untuk berjuang dan menentang segala kebijakan
yang menurut mereka menindas hak-hak mereka. Namun pertanyaannya, apakah mereka
sudah melaksanakan kewajiban mereka sebagai mahasiswa dengan baik? Apa mereka
sudah punya prestasi dan intelektual yang cerdas dan gemilang? Belum tentu nak,
karena bisa jadi perilaku kritis mereka berjuang demi kebenaran dan keadilan
tidak berjalan lurus dengan kebiasaan mereka yang senantiasa bermalas-malasan
untuk pergi kuliah, sering mengcopy-paste pekerjaan atau tugas temannya dan
lebih memilih untuk nongkrong diwarung kopi membicarakan hal-hal yang tidak
terlalu penting daripada mencerdaskan intelektual mereka dengan membaca
diperpustakaan. Apa ini yang disebut dengan generasi muda yang baik dan cerdas?
Senantiasa berjuang tapi tidak mengerti apa-apa. Berani mengubah tapi tidak
punya amunisi kecerdasan yang dibutuhkan untuk merubah itu. Miris sekali bukan?
Ayah harap kau tidak masuk golongan ini nak. Cerdas sekali dalam urusan kritik
yang berkaitan dengan lisan namun KO jika berkaitan dengan ilmu, tulis menulis,
baca membaca untuk meningkatkan kecerdasan mereka.
***
Kita
beralih ketempat lain, segerombolan mahasiswa yang menghabiskan waktu untuk
belajar.belajar dan belajar. Punya cita-cita tinggi dengan lulus cepat 3,5
tahun. Tidak mau menghabiskan waktu yang berguna dengan hal-hal yang berbau
organisasi apalagi menjadi aktivis. Itu hal yang jauuh sekali dalam pemikiran
mereka. Namun yang yang harus kau perhatikan nak, mereka memang senantiasa
mengerjakan kewajiban sebagai mahasiswa yang baik bahkan bisa dikategorikan
sebagai mahasiswa teladan, tapi mereka tumbuh menjadi generasi yang sama sekali
tidak peka terhadap lingkungannya. Senantiasa bersikap oportunis, memikirkan
keuntungan pribadi mereka. Ikut dalam kegiatan yang bersifat kehebatan diri
sendiri. Tidak mau menghabiskan waktu percuma untuk sekedar memikirkan dampak
bbm bagi masyarakat miskin yang banyak sekali diperjuangkan oleh rekan-rekan
mereka yang aktivis. Mereka hanya memikirkan diri sendiri. Nilai-nilai terbaik
harus dikejar. Dialah yang harus jadi yang terbaik. Dan pertanyaannya nak,
bagaimana nasib bangsa kita bila diisi dengan orang-orang yang hanya memikirkan
diri sendiri ini? Sibuk memperkaya diri, mencerdaskan diri atau keluarganya
saja tanpa peduli dengan nasib orang lain.
“siapa suruh diwaktu muda malas, tidak mau
belajar, menghabiskan waktu dengan percuma dsb” itu pemikiran mereka jika
melihat orang-orang miskin dipinggir jalan.tak tahukah mereka jika boleh jadi
ada suatu sistem yang membuat mereka, orang-orang miskin itu selama 7 turunan
akan tetap miskin walaupun setiap hari selalu bekerja keras pergi saat matahari
belum muncul dan pulang saat matahari telah terbenam, mereka tetap saja miskin
apa itu salah mereka? Itulah yang terjadi dinegeri kita nak. Dipenuhi dengan
orang-orang yang egois, pragmatis, individualis, apatis dan tis.tis lainnya.
Hanya sibuk memikirkan keuntungan pribadi dan golongan. Kau tahu nak, Negara
kita tidak butuh generasi-generasi seperti ini, mereka hanya akan merubah
Negara kita menjadi semakin buruk. Negara kita membutuhkan generasi-generasi
cerdas yang juga peka terhadap orang lain, yang mau memikirkan orang lain. Yang
mau jadi “babu” demi kesejahteraan bangsanya. Yang mau mengamalkan ilmu yang ia
peroleh untuk mengubah bangsanya—bukan untuk mencari keuntungan pribadi atau
kekuasaan.
***
Dan
yang terakhir nak, jenis mahasiswa yang serba biasa, tidak menjadi aktivis seperti
saudara kita dicerita pertama, juga tidak menjadi teladan dicerita kita yang
kedua. Mereka menganggap kehidupan mereka seimbang, tidak terlalu penuh
sensasi. Kegiatan mereka diisi dengan segala hal yang memang mereka sukai.
Pulang kuliah-nongkrong. Pulang kuliah-jalan. Pulang kuliah-tidur. Itu-itu saja
kegiatan mereka. Sama sekali tidak berniat melakukan hal yang berguna untuk
bangsanya. Jenis mahasiswa inilah yang paling berbahaya nak. Yang benar-benar
menghabiskan waktu dengan percuma. Negara kita akan segera terjajah oleh Negara
lain bila generasi mudanya dipenuhi oleh orang-orang yang seperti ini. Tidak
peduli dengan dirinya apalagi dengan orang lain. Tidak punya cita-cita. “Hidup
saya mengalir saja. Mengikuti arus dan takdir yang membawa saya” inilah
filosofi mereka. Bagaimana generasi seperti ini bisa menjadi harapan bangsa,
jika mengubah diri mereka sendiri tidak bisa. Penuh kemalasan. Tugas tinggal
copy paste. Suka mengejek teman aktivis yang dinilai suka mencari sensasi. Sama
sekali tidak sadar bagaimana masa depan mereka jika hanya menunggu takdir yang
katanya akan terus mengalir seperti air. Jika di semester ini mendapat nilai C
berdoa semoga bisa naik menjadi C+ atau B tanpa ada usaha untuk memperbaiki
diri, toh nanti tetap lulus juga kok, saya yakin. Begitulah pemikiran mereka.
***
“Lantas
aku harus menjadi mahasiswa yang seperti apa ayah, agar bisa jadi generasi yang
berguna bagi bangsa dan negara serta menjadi harapan ayah?” Tanya Sari penuh
perhatian
Dengan
tersenyum bijak sang ayah pun melanjutkan nasehatnya,
“bukankah
lebih baik jika sekarang para mahasiswa senantiasa memperbaiki diri sendiri dengan
mencerdaskan intelektual mereka dan menghindar dari perilaku oportunis, tidak
hanya sibuk memintarkan diri sendiri.Dengan mengerjakan kewajiban mereka dengan
baik, tugas-tugas dikerjakan semaksimal mungkin dan memperoleh nilai terbaik.
Juga dengan menjadi aktivis yang bermanfaat bagi orang lain, membentuk
organisasi atau lembaga yang menjadi penyedia makanan dan pendidikan bagi
masyarakat tidak mampu didaerahnya. Karena jelas segala kebijakan pemerintah
apapun itu akan berdampak sekali terhadap mereka para rakyat miskin. Dan
sebagai kaum intelektual kau bisa membantu mencerdaskan pikiran mereka nak,
mengajak mereka untuk bisa memperjuangkan hak-hak mereka yang tertindas dan
juga menyiapkan amunisi perjuangan mereka”
“dan
bukankah akan lebih bijak jika kau hendaknya merubah diri sendiri dulu baru
mengubah negaramu daripada berusaha mengubah Negara tapi tidak mau mengubah
diri sendiri.
Pikirkanlah
baik-baik nak, segala aktivitas yang akan kau lakukan, jangan sampai hal itu
merugikanmu dan merugikan orang lain. Karena apa yang kau lakukan saat ini
adalah penentu dari apa yang akan engkau dapat dimasa depan. Bukankah kau sudah
bisa membedakan mana yang baik dan buruk bagimu?” –the end
0 komentar:
Posting Komentar